mJHEzxukdj31fhzMIHmiGai4Yfakiv2Yjgl83GlR
Bookmark

Urgensi dalam Memahami Bentuk-bentuk Pelecehan dan Kekerasan Seksual

Kekerasan tidak jarang terjadi di lingkungan sekitar kita. Pelaku atau korban kekerasan seksual bisa saja laki-laki maupun perempuan. Namun, kerap kali kekerasan tersebut terjadi pada perempuan. Lantas bagaimana dan di mana perempuan bisa mendapatkan ruang aman? Jika di masyarakat, sekolah bahkan keluarga menjadi ancaman. Mulai dari mana kita sebagai perempuan menciptakan ruang aman tersebut?

Ada sebuah ungkapan bahasa Arab "Al-Mar'ah 'imad Al-Bilad", perempuan adalah tiang negara, jika ingin tiang itu kokoh dan bangunan tidak mudah hancur, maka kuatkanlah tiangnya, siapa? Perempuan.

Ilustrasi/Khozin

Sekarang sudah banyak kita temui, perempuan menjadi pemimpin, akses pendidikan bagi perempuan, tapi di sisi lain, kesetaraan tersebut seharusnya bebarengan dengan keadilan terhadap perempuan.

Kita bayangkan bagaimana para perempuan bisa berdaya dan tidak merasa takut ketika belajar mengembangkan dirinya. Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Keunikan perempuan melalui sifat empati dan kelembutannya bisa menjadi sumber kekuatan. Perubahan dan pemahaman ini menurut penulis bisa dimulai dari yang terdekat yakni diri sendiri, kemudian keluarga hingga masyarakat.

Baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki kesadaran yang sama. Kesadaran bahwa perempuan bukan hanya sebagai objek seksual semata. Laki-laki dan perempuan sama-sama menempatkan diri sebagai makhluk berakal dan spiritual yang dikaruniai hati nurani.

Bagaimana kita, perempuan dan laki-laki dapat bersinergi menciptakan kebaikan dan mencegah kemungkaran? Bagaimana cara pandang kita tentang relasi perempuan dan laki-laki? Seperti yang kita tahu, kekerasan terhadap perempuan tidak melihat seberapa tertutupnya pakaian yang digunakan.

Mari memulai dengan belajar mengendalikan dan mengelola diri. Melatih berpikir, merefleksikan untuk kebaikan diri. Menerima kelebihan dan kekurangan diri. Menciptakan ketangguhan diri salah satunya dengan merubah cara pandang kita.

Perempuan tidak hanya sebagai objek semata. Jangan sampai cara pandang tersebut muncul dari diri perempuan sendiri. Saling menghargai dan mendukung bahkan sesama perempuan yang mungkin belum seberuntung kita, terkadang hal ini yang sedikit sulit, rasa paling bangga dan menganggap diri sendiri lebih baik. Perlu melatih diri sendiri. Ketika kita sudah bisa berdaya dan kuat secara jiwa dan raga, aku percaya energi tersebut bisa tertular. Saling memotivasi untuk kebaikan diri.

Membahas tentang ini, selaras dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 yang berisi tentang (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi atau Kampus).

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menekan aturan tersebut pada 31 Agustus 2021 yakni tentang pembentukan satgas PPKS (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual).

Satgas PPKS punya andil besar untuk mengantisipasi maraknya fenomena ini. Dengan harapan korban kekerasan seksual berani untuk buka suara dan melaporkan peristiwa yang dialaminya. Jika selama ini banyak korban kekerasan seksual di kampus memilih diam dan tidak melaporkan kejadian tersebut. karena takut dan malu. Apalagi jika pelaku kekerasan memiliki kekuasaan di kampus, korban semakin tidak berani untuk melaporkannya.

Mahasiswa harus memahami apa itu kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah perilaku melecehkan, mengejek, merendahkan, menyerang area atau fungsi alat vital seseorang. Perilaku ini biasanya terjadi karena adanya relasi kekuasaan pelaku ke korban. Akibatnya gangguan psikologis atau fisik korban, termasuk terganggunya kesehatan reproduksi atau akibat fatal lainnya.

Ucapan atau sentuhan yang menjurus ke organ penting seseorang yang bisa termasuk upaya menuju kekerasan seksual. Banyak orang tidak memahami dan menyadari perilaku ini sehingga mereka menganggapnya hanya keisengan atau tindakan yang lumrah.

Apa saja yang termasuk kekerasan seksual?

1. Mengucapkan kata-kata diskriminatif atau melecehkan fisik keadaan tubuh karena jenis kelamin korban.

2. Mempertontonkan secara sengaja alat kelaminnya tanpa persetujuan dari korban.

3. Mengucapkan kata-kata yang melecehkan atau berbau seksual pada korban kendati itu hanya siulan atau guyonan saja.

4. Melihat korban dengan pandangan yang berbeda, sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman pada korban.

5. Mengirim pesan baik teks ataupun gambar yang berbau seksual kepada korban.

6. Mengambil gambar, merekam video atau audio, dan mengedarkan tampilan seksual korban tanpa persetujuan.

7. Merayu, menjanjikan imbalan, dan mengancam korban untuk melakukan aktivitas seksual tanpa persetujuan atau keinginan korban.

8. Memegang, meraba, mengusap, memeluk, mencium, atau dengan sengaja menyentuhkan bagian tubuh pelaku pada korban tanpa persetujuan korban.

Mari kita kawal dan dukung. Sebagai bentuk kepedulian kita terhadap perempuan dan sesama makhluk hidup serta memastikan agar Permen PPKS ini dapat dilaksanakan dan mencapai tujuannya untuk mencegah berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, menangani dan memulihkan korban kekerasan seksual tersebut. Supaya terciptanya ekosistem perkuliahan yang kondusif, yang dapat meningkatkan antusiasme kita dalam belajar dan rasa aman di kampus.




0

Posting Komentar