mJHEzxukdj31fhzMIHmiGai4Yfakiv2Yjgl83GlR
Bookmark

Lagu Band Sukatani Ditarik Paksa, Fenomena Sekelompok Manusia Takut Fakta

Jadi rakyat Indonesia itu serba salah, diam salah, gerak salah, berkarya pun kini salah. Padahal berkarya adalah sebuah kebebasan, satu-satunya hiburan yang dimiliki oleh rakyat saat penat di negara yang sudah hampir kiamat.


Sejak dulu, Indonesia eh sekelompok elit memang sulit mengapresiasi karya seni anak bangsa apalagi yang menyajikan lautan fakta tentang gelapnya Indonesia atau sebuah kritikan. Beh, siap-siap dimusnahkan, karena ada beberapa kelompok yang merasa terancam dan takut tenggelam.


Seni adalah keindahan. Seni bisa berupa karya sastra, musik, lagu, lukisan, patung, maupun tarian. Seharusnya, h
adirnya seni untuk dinikmati, dirasakan bahkan diapresiasi. Sekali lagi seharusnya, sebab baru-baru ini ramai tagar #KamiBersamaSukatani. Ada sebuah lagu yang ditarik paksa.

Salah satu lagu band Sukatani yang berjudul "Bayar, Bayar, Bayar" diminta untuk dicabut dari seluruh platform musik. Band kecil milik anak desa yang selalu tampil misterius dengan topengnya itu tiba-tiba muncul dengan membuat postingan pernyataan agar publik tak mendengarkan lagunya tadi. Ada apa dengan lagunya? Mari baca lirik lengkapnya:

Mau bikin SIM bayar polisi
Ketilang di jalan bayar polisi
Touring motor gede bayar polisi
Angkot mau ngetem bayar polisi

Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi

Mau bikin gigs bayar polisi
Lapor barang hilang bayar polisi
Masuk ke penjara bayar polisi
Keluar penjara bayar polisi

Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi

Mau korupsi bayar polisi
Mau gusur rumah bayar polisi
Mau babat hutan bayar polisi
Mau jadi polisi bayar polisi


Sebagai rakyat di kalangan bawah tentu saja penulis merasa aneh. Penulis menyimpulkan bahwa band Sukatani hanya mengeluh tak punya uang. Tak lebih. Hal yang sering dirasakan oleh banyak orang di Indonesia. Masak ngeluh tak punya uang salah? Perihal bait lainnya. Ya, kan memang begitu kenyataannya. Coba saja tanya ke warga di seluruh Indonesia. Warga Indonesia akan ramai-ramai mengatakan bahwa yang ada di lirik tersebut adalah gelombang fakta.

Jadi buat apa repot-repot minta band Sukatani menarik lagunya? Yang ada, lagunya semakin viral. Banyak yang support lagu tersebut. Yang tidak tahu lagunya jadi tahu lantas menghafalkan liriknya, lagu tersebut semakin diposting di mana-mana. Bahkan digaungkan di aksi Indonesia Gelap dan aksi Kamisan.

Isilop pikir dengan meminta band Sukatani menarik lagunya di seluruh platform akan memperbaiki citra mereka yang bahkan tak lagi punya citra? Justru menjadi bukti bahwa isilop takut dengan fakta, bahwa yang tertulis di lirik lagu tersebut memang nyata. Jadi, sudahlah, tak usah membela diri. Akui saja. Sudah jadi rahasia umum. Toh, mau diapain juga, rakyat itu tak lagi percaya dengan kalian. Sangking apanya? Sangking buruknya. Rakyat itu lebih mencintai Damkar yang gesit, siap sedia dan anti drama. Catat, lebih mencintai Damkar. Tolong naikkan gaji Damkar!

Kejadian ini adalah satu fenomena sekelompok manusia yang takut fakta, selain kelompok ini masih ada kelompok-kelompok lain yang sama-sama takut dengan fakta. Jangan heran, hal ini biasa terjadi sejak zaman penulis dan pembaca belum lahir ke dunia. Rakyat sejak dulu sering dipojokkan hanya karena berkarya dan menyuguhkan fakta. Entah dirusak karyanya, entah diboikot, entah dipenjara. Tapi meski begitu, rakyat tetap berpihak pada rakyat. Jadi jangan takut berkarya, jangan pernah takut menyuarakan fakta.

Sebenarnya agak lucu, untuk apa ya mereka menutupi hal yang sudah diketahui banyak manusia? Oh, hanya oknum ya? 


*mahasiswi BSA semester 6


0

Posting Komentar