Bojonegoro–Rentetan aksi demonstrasi di berbagai daerah terus bertambah seiring Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Massa aksi dari masyarakat dan mahasiswa menggeruduk Kantor DPRD Kabupaten Bojonegoro di Jalan Veteran pada Kamis (27/3).
Sebelumnya, Panitia kerja (Panja) revisi UU TNI dari Komisi I DPR RI dan pemerintah menggelar rapat tertutup di salah satu hotel di kawasan Jakarta Pusat pada 14-15 Maret 2025. Koalisi sipil menginterupsi rapat ini karena terkesan digelar secara diam-diam.
Puncaknya, Sidang Paripurna DPR yang dipimpin oleh Puan Maharani meresmikan RUU TNI menjadi undang-undang pada 20 Maret 2025. Pengesahan UU TNI digetok di tengah pertentangan dan demo di sejumlah wilayah.
Melansir Tempo, Imparsial mengatakan revisi UU TNI bisa membangkitkan kembali dwifungsi ABRI setelah era Reformasi. Dwifungsi TNI berpeluang masuk lewat pintu Pasal 47 ayat (2) draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan dalam pasal itu disebutkan bahwa prajurit aktif TNI dapat menduduki jabatan sipil di semua kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga prajurit TNI sesuai dengan kebijakan presiden. Padahal, dalam Pasal 47 ayat (1) disebutkan prajurit hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Aksi “Marhaban ya Melawan” ini dimulai dari depan Mall Pelayanan Publik sampai depan Kantor DPRD dengan asa perwakilan legislatif yang menemui demonstran untuk mendengar aspirasi mereka.
Namun setelah panggung ekspresi digelar baik orasi, puisi, stand-up comedy satire tidak mendapat respon dari elite. Justru, massa aksi dipukul mundur dengan water canon dan tindakan represif aparat, bahkan ada yang sampai ditangkap.
Beberapa poin press release yang perlu kami sampaikan:
1. Aksi ini murni karena kesadaran politik imbas dari DPR yang terburu-buru dan sembunyi-sembunyi membahas dan mengesahkan RUU TNI;
2. Tidak ditunggangi siapapun, banyak narasi lalu lalang yang menuding bahwa aksi massa ditunggangi oleh Partai Politik, barisan sakit hati kalah Pemilu, bahkan menyematkan label mahasewa atau mahasiswa bayaran;
3. Orasi, mural, bahkan bakar ban dalam sebuah aksi adalah wujud bentuk protes visual terhadap pemerintah;
4. Mengutuk keras brutalitas aparat, demonstrasi adalah adalah kebebasan berpendapat warga negara, bukan tindak pidana yang tidak boleh direpresi, apalagi ditangkap.
Posting Komentar